Senin, 15 Februari 2021

Bukit Raya si "Kerajaan Pacet"

Akhirnya saya kembali lagi, setelah entah sekian purnama menghilang dan akan menulis terkait gunung ke 6 dari pendakian Seven Summits Indonesia yang saya dkk lakukan.

Ya, Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan menuju Puncak tertinggi Borneo, yakni Bukit Raya. Yang mana sudah tidak asing di telinga kawan-kawan sebagai "Kerajaan Pacet".

Apa?? Paceeet?? (sembari pusing pala barbie)

Iya bener banget, dan kalian ga salah baca kok. PACET.

Pacet Bukit Raya Level 1
Hewan lucu bin "menggemaskan" yang sekaligus punya hobi menghisap darah ala drakula ini akan SETIA menemani perjalanan kawan-kawan selama di Bukit Raya. Tidak aneh memang, mengingat hutannya yang cukup rapat, dan udara yang lembab membuat "pasukan" ini gemar hidup dan bersenang-senang disana.

Nah bagaimana cerita perjalanan kami selama di tanah Borneo?? Yuks mari disimak!


17 Juni 2018

Menuju Tanah Borneo

Sesuai kesepakatan , pagi dini hari (sekitar pukul 04.00 WIB) kami sudah berkumpul di bandara Soekarno-Hatta untuk segera bertolak ke Pontianak. Satu persatu saya berkenalan dengan orang-orang yang akan bersama saya menjelajah Borneo selama sekitar 11 hari ke depan. Beberapa di antara mereka sudah saya kenal di perjalanan sebelumnya. Dan ketika waktu sudah menunjukkan pukul 05.45 WIB, berangkatlah kami menuju Pontianak.


Ketinggalan Pesawat

Alhamdulillah, sekitar pukul 07.20 WIB, kami mendarat di Bandara Supadio, kota Pontianak, dan coba tebak apa yang terjadi? dedek Shinta Natalia ketinggalan pesawat. T-T. Repotnya perjalanan mendaki Bukit Raya ini, akses transportasi menuju kesana agak banyak dan sulit, sehingga tidak mungkin kami meninggalkan kawan kami yang ketinggalan pesawat ini.


Terdampar di Masjid Raya Mujahidin

Masjid Raya Mujahidin Pontianak
Sembari menunggu kedatangan Shinta, pagi itu kami lanjut terdampar di Masjid Raya kota Pontianak, Masjid Mujahidin namanya. Masjid ini berukuran besar (secara Masjid Raya) dan sangat nyaman untuk beribadah, dan nyaman pula bagi kami orang-orang yang terdampar. Ha Ha Ha..

Cukup lama kami menunggu, sehingga tak terasa Adzan Ashar sudah berkumandang. Alhamdulillah, tidak lama setelah kami sholat Ashar, Shinta yang ditunggu sudah tiba, dan kami tidak berlama-lama lagi selain langsung tancap gas untuk membeli aneka keperluan logistik dan segera menuju Pangkalan Bus yang akan mengantar kami ke Nango Pinoh.

Bagian lain Masjid
Sisi lain Masjid


Menuju Nango Pinoh

"Bus Mewah" yang kami tumpangi
Tepat pukul 19.00 WIB, kami ber 8 berangkat menggunakan Bus Trans Borneo dari kota Pontianak menuju Nango Pinoh dengan ongkos Rp 175.000,-/orang. Menurut saya sih, ini bus kondisinya termasuk mewah . Dengan lama perjalanan sekitar 8-9 jam, bus ini bangkunya formasi 2-2, dapat bantal + selimut, dapat air mineral juga. Daaan dilengkapi juga dengan Toilet di dalam. Sehingga pastinya nyaman buat bobo. Mantap!


18 Juni 2018

Tiba di Nango Pinoh
Ngemper di terminal bus Nango Pinoh
Sekitar pukul 02.34 WIB, kami tiba di terminal Nango Pinoh. Masih banyak waktu sembari menunggu Keberangkatan Kapal cepat pukul 08.30 WIB, sehingga kami pergunakan untuk istirahat sejenak (Baca : Leyeh-leyeh), Sholat Subuh, Jalan-jalan sembari foto di Tugu RIS (Republik Indonesia Serikat). Dan pastinya mencari sarapan saat matahari sudah terbit.

Sebenarnya dari terminal bus ini dekat untuk menuju dermaga, tapi kami memilih sewa angkot saja dikarenakan masih terlalu letih untuk berjalan.

Peta jalur Kalimantan Barat - Tengah

Tugu RIS yang kami lewati saat Sholat Subuh

Sarapan saya pagi itu. (ngemil sebenarnya sih)

Dermaga ini lokasinya dekat dengan pasar, sehingga saat toko-toko sudah buka, Team langsung dibagi 2, ada yang belanja sayur mayur dan kebutuhan di pasar, ada juga mengurus Simaksi pendakian di Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Dan setelah semua urusan beres, barulah kami makan nasi kuning bersama di dekat pasar.


Naik Kapal Cepat


Suasana dermaga kapal cepat
Berhubung jumlah kami ada 8 orang, jadilah muatan kapal dibagi 2, yakni kami menyewa dua kapal untuk menuju Serawai. Menurut info dari Abang Kapal, dibutuhkan waktu selama lebih kurang 4 jam untuk menuju Serawai, dimana setibanya di Serawai pun kami harus menginap semalam terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya dengan kapal klotok menuju desa Rantau Malam.

Setelah semuanya siap dinaikkan, berangkatlah kami menuju Serawai dengan kapal cepat. Oh iya, jangan lupa siapkan Buff beserta kacamata hitam selama di kapal ya, karena pasti akan terika matahari dan angin kencang.

Suasana di dalam Kapal Cepat


Tak terasa perjalanan sudah berlalu hampir 1,5 jam lamanya, kapal merapat sejenak, jadi kami  beristirahat di "Rest Area" terapung, yakni warung lengkap dengan berbagai jajanan ringan hingga makanan berat. Dimana kapal cepat yang kami tumpangi juga sekaligus mengisi bahan bakar.

Warung terapung ini menjual dagangannya dengan harga wajar , jadi tidak perlu khawatir untuk membeli dagangan mereka ya. Setelah kenyang makan dan foto-foto sejenak, sekitar pukul 10.45 WIB kami kembali melanjutkan perjalanan.


Tiba di Serawai

12.25 WIB, kami tiba di Serawai dan langsung mencari penginapan. Kami mengambil penginapan dengan harga Rp 100.000,-/ kamar, dan kami ambil 2 kamar. Memang jaraknya cukup jauh dari dermaga dan harus sedikit menanjak. Tapi setidaknya tempat yang kami pilih cukup nyaman, dekat dengan Musholla dan tempat makan, dan tentunya dilengkapi dengan Ac (Jujur yak, udara disana cukup panas).


Oh iya, disini kami berkenalan dengan Uni Shinta, pengelola Homestay, yang kebetulan orang Minang juga. Beliau sangat ramah, kami pun ditawari aneka kue khas Lebaran (karena masih suasana Lebaran juga saat itu) dan se-pitcher sirup saat kami tiba. Segar!!


Tragedi Digetok Mahal dan Uang Dibawa Kabur

Setelah menaruh barang-barang, mandi dan bersantai ala kadarnya, kami berniat mencari makan. Tibalah kami di sebuah warung makan (atau mungkin bisa dibilang restoran), yang mempunyai View langsung menghadap ke sungai, dan herannya SEPI. Dengan sangat percaya diri dan semangat 45 (sebenarnya karena sudah kembali lapar sih), kami langsung memesan aneka makanan dengan agak kalap. Saya ingat betul saya pesan Indomie Goreng dan Soda susu saat itu.

Nah saat sedang bersantai itulah, seorang kawan menyampaikan kabar buruk, bahwa orang yang memegang uang Sharecost (SC) untuk ke Bukit Raya ini mendadak susah dihubungi. Apesnya, kami sudah membayar penuh uang ke beliau ini (sebut Bapak X), dan hanya diberikan sedikit demi sedikit sekali melalui Andarius (Kawan kami dari Pontianak yang ditugaskan Bapak X untuk mengantar kami), sedangkan kami banyak keperluan untuk membayar ini itu dengan sesegera mungkin, dan bukan tidak mungkin perjalanan kami batal jika kurang uang. Maka diluar dari uang yang sudah keluarkan sebelumnya, kami harus rela mengeluarkan SC darurat lagi sekitar Rp 300.000,-/orang.

Dan benar saja, Bapak X yang merupakan kenalan dari Daeng Rafli, tidak bisa dihubungi, sehingga Andarius yang merasa tidak enak hati, jadinya berbaik hati meminjamkan sebagian uangnya yang mana harus kami ambil udi ATM Bank Kalbar yang cuma ada satu-satunya di Serawai ini, dan sempat mati lampu pula ATM nya. -,-

Menyegarkan pikiran sembari ngeliatin Sunsets (doc by Itto)
Setelah solusi didapat, satu persatu kami membayar uang makan kami dan terkaget akan harga yang muncul. Saya pribadi kena Rp 26.000,- hanya untuk seporsi Indomie Goreng dan Soda Susu, yang lebih parah kawan saya si Bang Wisnu, hampir kena 50K hanya untuk seporsi makanan dan 2 Minuman.. T_T

Note : Cukup sekali yeeee makan disitu gaesss.. ga lagi-lagi besok, dan jangan juga godain anak orang. hahahha

Selanjutnya, sore menjelang malam itu kami diajak Uni Shinta untuk pergi ke pinggir sungai dimana banyak bebatuan yang bisa dipakai untuk duduk-duduk santai sembari melihat Sunsets.

Menanti Sunsets di pinggir sungai

Nonton Film Anaconda yang lokasi Shootingnya di Kalimantan

Sekembalinya ke penginapan, kami langsung mandi, membersihkan diri dan segera berniat istirahat, sampai seketika muncul film "Anaconda : The Hunt of Blood Orchid" yang ternyata berlokasi di Borneo (Kalimantan). Ditambah besoknya kami akan menyusuri sungai pedalaman dengan kapal klotok, yang membuat kami sempat was-was sekaligus becanda jika tau-tau ada Anaconda nongol dari dalam sungai. Hiiiiii...


19 Juni 2020

Menuju Desa Rantau Malam
Proses penyusunan barang-barang
Pagi itu, kami dijemput oleh Pak Sendang (081352673333, silahkan jika ingin pakai jasa beliau, sekedar info biaya dikenakan Rp 2.500.000,- PP/Kapal dengan muatan maksimal 8 orang, dan 2 orang di luar penumpang), yang mana beliau ini adalah Kepala dusun Morokoi dari desa Rantau Malam, sekaligus yang akan menjadi nakhoda di kapal Klotok yang akan kami tumpangi.

Kapal Klotok ini berukuran cukup besar sehingga kami ber-8 cukup menyewa 1 kapal saja. (jadi sudah bisa kebayang yaa jumlah orang yang harus dibawa jika ingin ke Bukit Raya untuk menghemat transportasi, tidak boleh kurang, tidak boleh nanggung).

Perjalanan kami selama dengan kapal klotok ini termasuk seru, karena beberapa kali kami diserbu hujan sehingga harus berlindung di balik terpal ala tenda biru, dan belum lagi adegan dorong mendorong kapal ketika melewati daerah dangkal. Kira-kira seperti ini gambaran suasananya.

Menuju Desa Rantau Malam  (Doc by Itto)

Leha-leha sejenak, kalau ga salah ada yang mau pipis inih..haha

Tiba di bagian dangkal sungai dimana harus dorong kapal

Mantap kan? Welcome to the Jungle banget..

Indahnya sungai dan hutan Borneo (doc by Itto)


Tiba di desa Rantau Malam


Ramah tamah di rumah pak Kades
Sekitar pukul 15.01 WIB, rombongan kami tiba di dermaga desa Rantau Malam, yups! ini adalah desa terakhir yang menjadi gerbang menuju pendakian Gunung Bukit Raya. Setelah menurunkan barang-barang, kami langsung bergerak naik, melewati gerbang dan di antar menuju rumah Pak Kades.

Sesampainya di rumah Pak Kades, kami langsung dijamu dengan berbagai macam suguhan kue, dan pastinya kopi! :D. 

Terlihat seperti foto di sebelah, berbaju merah maroon dengan bersedekap adalah pak Sendang (Kepala Dusun Remokoi, nakhoda Kapal Klotok kami) dan sebelahnya Bapak Adat (berbaju biru). Pak Kades kebetulan duduk persis di sebelah saya, jadi tidak masuk fotonya . Maapkan saya pak.. -,-". Pendapat saya pribadi, mereka ini sangat ramah terhadap pendatang. Jujur, kami banyak mendapat masukan tentang kondisi dan bagaimana keadaan gunung yang nantinya akan kami daki . Selain gunung, kita juga bisa belajar tentang adat istiadat setempat yang masih mereka pegang. Tepatnya suku Dayak Ot-Danum.

Oh iya, jangan lupa mengisi buku tamu yaa, dengan donasi Rp 10.000,-/orang saja.


Rumah Pak Sendang

Malamnya, kami nginap di rumah pak Sendang yang harus dicapai kembali dengan menaiki Klotok. Sebenarnya bisa dengan berjalan kaki, namun jaraknya lumayan jauh. Dan setelah menaruh barang-barang sembari merapihkan ala kadarnya, kami pun tak kuasa untuk segera berenang di sungai yang sangat jernih. Ya, karena memang desa Rantau Malam ini benar-benar dekat dengan sungai, dan sungai sebagai pintu masuk utamanya.


Upacara Adat dan Pembagian Porter

Mandau, Beras dengan Bulu Enggang, dan gelang Manik
Mirip seperti sebelum mendaki ke Gunung Binaiya di Maluku, untuk mendaki Gunung Bukit Raya ini kita juga harus melalui proses upacara adat, yang mana bedanya dilakukan 2x, yakni sebelum dan sesudah nanjak. Dimana menurut kepercayaan disini adalah untuk memohon keselamatan kepada para pendaki yang ingin mendaki Bukit Raya.

Awalnya kami diminta duduk bersebelahan dengan menghadap matahari terbit. Upacara adat pun dimulai dengan memutar-mutar ayam di atas kepala kami satu persatu sebanyak 7x sembari merapalkan doa-doa dalam bahasa daerah, dilanjut penyembelihan ayam oleh ketua team kami (saat itu Rafli yang menyembelih ayam) dan darahnya dikumpulkan dalam wadah kecil. Kemudian  Darah ayam dicolek menggunakan koin dan disentuhkan di dahi, tengkuk, lutut dan dada kami secara bergiliran satu persatu.

Prosesi upacara Adat
Selanjutnya, gelang manik yang terbuat dari akar dipakaikan di pergelangan tangan kanan kami. Terakhir, mandau dikeluarkan dan ditempelkan ke dahi dan dagu kami masing-masing 3x per orang. Setelah turun, prosesnya hampir sama, hanya saja ditambah dengan menempelkan beras di kening dan ubun-ubun kami sebagai tanda rasa syukur telah berhasil mendaki Gunung Bukit Raya.

Setelah upacara adat selesai, selanjutnya adalah acara ramah tamah sembari makan malam bersama, dan tak lupa memesan porter untuk keesokan harinya.

Perlu untuk kawan-kawan ketahui, pendakian Bukit Raya memiliki aturan tersendiri yang dari segi keuangan agak "nyiksa" sih ya, karena :

1. Jumlah porter ditetapkan dengan --> Jumlah peserta dibagi 2, yang mana tiap porter melayani 2 orang.
2. Biaya porter adalah Rp 150.000,-/hari/orang, dan wajib dihitung 6 hari, dan artinya seorang dihargai Rp 150.000,- x 6 hari = Rp 1.050.000,-/orang. 

(Tanya dong , terus jika pendakian selesai dalam 4 hari 3 malam, bayarnya tetap sama? iya tetap sama dihitung 6 hari, tapi jika lebih, tinggal ditambah Rp 150.000,- per hari nya)


Itu artinya, jika kondisi kami 8 orang, kami harus setidaknya menyewa 4 orang porter. Dan kalau tidak salah, porter juga meminta jatah Rokok sebesar 1 Slov/orang.

Kebayang kan seberapa besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mendaki Bukit Raya? ini baru Porter, dan kami juga harus memperkirakan jatah kami makan di tambah para porter. Dengan proses negosiasi yang cukup alot, ditambah kami juga menginformasikan kejadian tidak enak yang menimpa kami dimana uang sempat dibawa kabur, akhirnya disepakati kami akan menyewa 3 orang porter saja. Barulah setelah urusan porter selesai, kami langsung mere-packing ulang barang-barang yang akan dibawa, dan segera melengkapi (belanja) barang-barang kebutuhan  yang belum sempat dibeli seperti beras misalnya.


20 Juni 2018

Pendakian dimulai!

Berfoto bersama di depan Rumah Pak Sendang (doc by Itto)
Pagi itu hujan cukup deras sehingga perjalanan kami agak terhambat, dan kami baru benar-benar keluar dari rumah pak Sendang sekitar pukul 10.00 WIB (asli dah mager banget rasanya mau mulai nanjak udah diguyur hujan deras..hahha)

Yups benar saja, mendaki Bukit Raya ini jalurnya termasuk sangat "menantang" dibanding dengan gunung-gunung yang saya daki sebelumnya. Meskipun memang sih tingginya hanya 2000an, tapi mantap deh.. Rasakan saja sendiri jika kalian ada kesempatan kesana yak! :D


Melewati Sungai Besar

Yups, sungai besar yang kami pakai untuk mandi dan berenang sebelumnya adalah medan pertama yang harus kami lewati. Saat itu kedalaman air hanya sekitar selutut sehingga cukup mudah dilewati. Saran saya sebaiknya lepas saja sepatu jika melewati sungai ini agar sepatu kalian tidak lembab. Ingat lho, perjalanan masih panjang. hahahahaha


Menuju Korong Hape (2 jam 40 Menit)

Setelah melewati sungai besar, kita harus melewati jalan setapak sejenak sebelum bertemu dengan warung dimana biasanya warga akan menawarkan untuk naik Ojek menuju Korong Hape.

Gambaran jalur menuju Korong Hape
Setelah masing-masing memakai sepatu, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki saja, karena memang saat itu juga seingat saya sedang tidak ada ojek yang mangkal. Untuk menuju Korong Hape yang notabene sebagai tempat terakhir bisa menemukan sinyal, kami harus melewati berbagai jalan naik dan turun berupa tanah merah yang basah, sehingga jika sudah banyak yang menempel di sepatu, otomatis akan membuat sepatu menjadi semakin berat. Dan setibanya di Korong Hape, kami memutuskan beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.


Welcome to the Jungle!


Pohon yang sangat besar
Sekitar pukul 13.10 WIB, kami melanjutkan perjalanan dan langsung memasuki hutan yang cukup rapat, dan memang terasa lebih panas dan lembab. Jalanan yang dilewati memang cenderung datar, ada naik turun juga, dan agak berputar mengelilingi bukit. Bisa dbilang hampir tidak ada pemandangan yang bisa dillihat selain hutan yang rapat. Info dari para porter, kami akan langsung menuju Pos 3, dikarenakan jalur ini merupakan jalur baru. Wah mantap juga pikir saya.

Di sepanjang jalur banyak kami temukan pohon-pohon besar yang diameternya bisa berapa kalinya manusia biasa, dan pastinya tidak ada selain di Pulau Kalimantan. Saya bersama kawan-kawan pun sempat memfoto beberapa vegatasi yang ada disana. Seperti salah satunya yang di sebelah kiri ini.

Petunjuk jalan yang kami temui, Pos 3 sudah dekat!

Dari sini bisa dilihat bedanya jalur yang dulu dan sekarang

Pos 3 Hulu Menyanoi ( 2 Jam 10 Menit )

Mata air di pos 3
Sekitar pukul 15.20 WIB, kami tiba di Pos 3 Hulu Menyanoi, disini kami memutuskan untuk segera makan siang. Bagusnya kami sudah membungkus nasi saat berada di rumah Pak Sendang, jadinya tidak perlu waktu lama untuk memulai makan siang yang sudah sangat tertunda itu.

Oh iya, disini juga terdapat sumber mata air yang sangat jernih. Silahkan bagi yang ingin mengisi persediaan air, atau pun sekedar menyegarkan diri.

Berhubung tujuan kami di hari itu adalah kemah di Pos 4 Sungai Mangan, jadi kami tidak berlama-lama dan langsung melanjutkan kembali perjalanan sekitar pukul 16.15 WIB. Perjalanan kami berikutnya melintasi berbagai macam sungai kecil, dan tentunya masih dengan jalanan yang naik dan turun di dalam hutan yang rapat.

Jalan yang dilewati menuju Pos 4


Pos 4 Sungai Mangan (39 Menit)


Suasana Camp di Pos 4 Sungai Mangan
Tiba di Pos 4 Sungai Mangan (artinya sungai merah), kami langsung membagi tugas mendirikan tenda, masak dan langsung beristirahat. Oh iyaaaaaa... mulai dari Pos ini, jika ingin duduk agak berhati-hati yaa, karena pasukan pacet sudah siap menanti. Saya lupa bilang, sebenarnya saat menuju ke Pos 3, sudah ada kontak pertama dengan Pacet di sepatu Fadel, tapi masih agak jarang, dan baru dari Pos 4 ini yang pacet sudah agak banyak. Pastikan kalian tidak sembarang duduk, atau setidaknya lihat-lihat situasi dulu. Saran saya, gantung Carrier di atas Palang, dan sebelum masuk tenda pastikan anggota badan sudah bersih dari Pacet (Yaa kali aja gitu ada yang udah digigit dari tadi tapi ga sadar). Di Pos 4 ini juga ada mata air yang bisa dimasak untuk diminum, namun sayang sesuai namanya, warnanya agak merah.


21 Juni 2018

Hari kedua di Bukit Raya! Semangat!!


Suasana beberes di Pagi hari
Di pendakian hari kedua ini, tujuan kami adalah untuk mencapai Pos 7 dan kemping disana, agar keesokan harinya bisa langsung "Summit Attack". Nah Pos 7 ini bernama "Linang", usut punya usut ternyata namanya diambil dari kata berLINANG air mata, yah karena untuk menuju Pos tersebut jalurnya lumayan ashooooy, ditambah pasukan Pacet sudah semakin mengganas.

Kira-kira setelah sarapan dan beberes, sekitar pukul 08.45 WIB, kami melanjutkan perjalanan.


Foto lengkap 11  orang dari Team kami (Doc by Itto)
Okeeey jalan yang dilewati masih lebih kurang sama dengan hari sebelumnya, jalan hutan rapat, dengan naik dan turun (iyalah kan di gunung..hahhaa). Menuju Pos 5 Hulu Rabang ini banyak pemandangan seru untuk difoto, salah banyaknya seperti ini :

Petunjuk arah di Bukit Raya

Pacet Level Dua yang bisa memanjang kayak Jelly

Pohon yang besar, coba ada model dibawahnya, jadi bisa dibandingin ukurannya..

Oh iya mungkin ada yang bertanya? kok ada Level Pacet bang? iya, ibarat kamu makan Ayam yang ada level pedasnya, di Bukit Raya ini Pacet pun ada levelnya.

Level 1, yakni disematkan pada Pacet yang kecil, kadang-kadang jatuh dari pohon dan tau-tau hinggap di leher dan gigitannya kerasa banget, ada juga yang di daun atau tanah, tapi ukurannya relatif kecil.

Level 2, yakni Pacet seperti foto di atas, dia berukuran sedikit lebih besar, namun bisa berjalan sembari memanjang.

Level 3, Pacet yang terbesar, dengan kombinasi warna merah dan hitam di badannya, biasa ditemui di Pos 5 ke atas. Hati-hati, karena konon gigitannya bisa menyebabkan demam.


Pos 5 Hulu Rabang (2 Jam 56 Menit)

Kami tiba di Pos 5 Hulu Rabang sudah memasuki pukul 11.41 WIB, dan artinya sebentar lagi sudah jam makan siang. Maka kami pun memutuskan untuk mengisi perut kami terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke Pos Pos berikutnya.

Berhubung baju sudah kembali cukup berkeringat, saya pun langsung menjemur baju dan peralatan pendakian saya, yups bisa dilihat lah seperti di foto, dimana palang langsung digunakan untuk menjemur baju. Oiya Pos 5 ini bisa dibilang merupakan salah 1 Pos dengan mata air berlimpah dan jernih banget! Saking jernihnya, difoto pun seperti tembus pandang.

Mesti cobain minum langsung dari mata air disini, sekaligus menyegarkan diri dan mengisi persediaan air untuk ke atas. SEGER BANGET!!

Mata air yang jernih banget! asli ga bohong..

Kangen deh sama suasana makan seperti ini. (Doc by Itto)

Perjalanan dilanjut! Air Terjun Dadakan !

Setelah mengisi perut, sekitar pukul 13.25 WIB perjalanan kami lanjutkan menuju Pos 6 Hulu Jelundung, dan benar saja, seperti informasi yang kami dapatkan sebelumnya dari berbagai sumber, dari Pos 5 ke atas ini bakal menjadi Area "Pertempuran" dengan Pacet. Jadilah kami menyiapkan berbagai macam antisipasi dari pula mengolesi Sepatu dengan Sabuun Colek (dan benar saja Pacet bisa naik tapi langsung turun lagi), dan benar-benar merapatkan baju dan celana.

Jalur yang dilewati langsung benar-benar menanjak dan tiada ampun, dan kerapatan hutan masih tetap sama, bahkan cenderung lebih rapat, ditambah siang menjelang sore itu hujan deras, sehingga membuat jalan yang kami lewati seperti air terjun dadakan. Sayang saya ga sempat mengabadikannya, karena sudah terlanjur fokus dengan jalur dan hape saya amankan di dalam tas. Tapi tenang berbagai video tentang Bukit Raya ini bisa kalian lihat di Instagram saya : @rezkirusian, cari di Highlight Story berjudul "Bukit Raya", disana terdapat berbagai macam video baik yang saya ambil, atau ditag oleh kawan saya (promosi IG dikit..haha)

Menjadi "Sasaran empuk" Pacet. Sabar yee Om Inu..wkwk
Ada sedikit kejadian lucu sih, sebenarnya kan udah tau yaa kalau di Bukit Raya ini kerajaan Pacet, Nah salah seorang kawan saya mendaki dengan celana yang robek-robek, sehingga saat hujan deras, jadilah dia "Sasaran Empuk" para Pacet yang masuk dan menggigit di dalam celananya. Jujur saat itu suasana hujan deras, dan  kami jadi ga berhenti tertawa karena melihat reaksi kesakitan dan teriakan kawan kami ini yang mendadak heboh. Hahahahaha..


Pos 6 Hulu Jelundung (2 Jam 3 Menit, Km 9000)


Bersih-bersih pacet di Pos 6
Mendekati Pos 6, Hujan sudah mulai reda dan kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sekaligus membersihkan diri dari Pacet yang mungkin sudah hinggap, atau lebih tepatnya "betah" di badan kami. Saat itu waktu menunjukkan pukul 15.28 WIB. Pos ini berbentuk lahan datar bertanah merah yang miring, sehingga tidak akan enak juga jika dipakai untuk kemping. Bagi kalian yang lelah atau mau duduk, lihat-lihat dulu sekeliling ya, karena disini pula saya baru duduk sebentar tau-tau sudah ada Pacet Level 3 yang naik hingga ke pinggang saya.

Dan untuk menuju Pos berikutnya, mulai banyak ditemukan jalur mendatar dan beberapa kali menurun kemudian naik lagi, hingga akhirnya bertemu dengan tumbuh-tumbuhan lumut, artinya sudah dekat.


Pos 7 Linang (2 Jam 21 Menit, Km 5.500)

Sekitar pukul 17.49 WIB dimana hari sudah semakin gelap, Alhamdulillah kami tiba di Pos 7 Linang dan memutuskan untuk bermalam.Kabar buruknya adalah, Pos 7 ini salah 1 Pos dengan pacet terbanyak, dan berbagai barang bawaan seperti Tas atau Carrier baiknya digantung saja di palang untuk menghindari hewan-hewan lucu ini naik. Dan malam itu pun entah kenapa saya sedikit demam, jadi setelah makan malam dan minum obat saya langsung buru-buru tidur dan berharap esok pagi sudah membaik. Aamiin!


22 Juni 2018

Persiapan Summit Attack!


Jalur ke Puncak
Tidak terasa, ini adalah hari ke-3 Kami mendaki Gunung Bukit Raya, sekaligus hari ke 6 jika dihitung dari perjalanan kami semenjak naik Pesawat dari Jakarta menuju Pontianak. Daaaan pagi itu yang saya khawatirkan terjadi.. MULESSSSS!!!!

Wah, di gunung dengan kerajaan pacet seperti ini asli saya ngeri untuk Pup di tanah, jadilah saya harus naik dulu ke atas pohon besar yang sudah agak rubuh dan "mengarahkan" jatuhan bom ke arah jurang. (Mohon maaf kalau terkesan jorok, tapi sumpah ini beneran saya lakukan). Dan setelah saya selesai, ternyata kawan saya Itto juga sama kebelet sehingga dia pun mencontoh apa yang saya lakukan.. Ha Ha Ha.. Banyak cerita memang disini. (Video saat di Pos 7 bisa lihat di IG saya : @rezkirusian, pada Highlight Bukit Raya )

Wefie dulu di hari ketiga pendakian
Jadilah setelah masak, dan memilah barang-barang yang akan dibawah ke Puncak, sekitar pukul 08.45 WIB, kami mengarah ke Puncak. Dan tentunya langsung disambut jalanan yang mendaki terjal.


Pos 8 Sowa Tahotong (50 Menit)

Ya, untuk mencapai Pos berikutnya, kami masih harus melewati jalan hutan yang rapat dengan masih berirama naik dan turun, jujur nafas saya sudah sering tersengal-sengal, padahal beban di pundak juga sudah jauh berkurang karena hanya membawa Ransel kecil khusus Summit. Sekitar pukul 09.35 kami mencapai Pos Sowa Tahotong, mungkin disebut sebagai Pos 8, dimana jika bergerak ke timur adalah perbatasan dengan Kalimantan Tengah.


Batu Jempol (1 jam 32 Menit)

Batu Jempol
Sebenarnya sih ini bukan Pos, tapi seperti pertanda jalan saja, dimana jika kita sudah melewati Batu besar ini, artinya kita sudah TERBEBAS dari Pacet. Iya, kamu ga salah baca. Dari mulai Batu Jempol ini sampai seterusnya menuju Puncak sudah bebas dari Pacet, jadi silahkan jika mau sembarang duduk atau sekalian guling-gulingan..haha.. Pemandangan juga semakin bagus, karena sudah mulai dihiasi oleh hutan lumut, dan ada sebagian jalur yang benar-benar harus naik bergantian menggunakan Webbing.



Jalurnya makin mantap kan?
Jalur yang saya bilang harus naik pake Webbing

Sebenarnya yang ini versi saat turunnya.. hahaha (Doc by Itto)

Hutan Lumut yang luar biasa indah..

Indah banget..
Nah, setelah melewati jalur yang harus naik satu persatu dengan Webbing tadi, berikutnya kalian akan disuguhi dengan pemandangan hutan lumut yang sangat indah. Bisa dibilang ini salah satu daya tarik yang paling dicari bagi orang yang berkelana mendaki Gunung Bukit Raya.

Seperti pada foto disebelah ini, ada juga tanaman Kantong Semar yang jika sedang ada air, bisa kalian coba minum. Dan jika dilihat dari petunjuk jalannya, Puncak sudah semakin dekat lho, tinggal 1,7 Km lagi dari tempat saya mengabadikan foto ini. Sehingga saya jadi semakin betah untuk mengambil beberapa gambar dulu sebelum tiba di Puncak.

Lebih empuk dari sofa lho duduk disini

Mawar Putih 

Di beberapa bagian gunung yang sudah mulai terbuka ini, kalian bisa temukan Mawar Putih yang mempunyai nama latin "Rhododendron fortunans", letaknya memang tidak begitu jauh mendekati puncak.

Penjelasan tentang Mawar Putih

Jalanan sudah mulai semakin terbuka, terlihat Mawar Putih di sebelah kiri foto

Nah, foto kerajaan Lumut di bawah ini bisa dibilang adalah foto terakhir yang diambil sebelum kami benar-benar mencapai Puncak Bukit Raya, bisa dilihat betapa indahnya hutan lumut yang ada disini, yang jika saya bandingkan dengan yang ada di Binaiya, jelas sama-sama indahnya, dan tentunya sama - sama membutuhkan perjuangan untuk bisa berkunjung kesini.

Salah 1 moment saya berfoto dengan kerajaan lumut yang sangat indah

Akhirnya! Puncak Bukit Raya 2.278 MDPL !!

Tiba di Puncak!
Alhamdulillah! Tepat pukul 13.15 WIB, saya bersama kawan-kawan menginjakkan kaki di Puncak Kakam, Gunung Bukit Raya setinggi 2.278 Mdpl!. Seperti biasanya pastinya banyak selebrasi yang dilakukan, dari mulai foto-foto sendiri, foto bersama berdelapan orang, hingga membuat video untuk kenangan masing-masing. Bahkan salah seorang kawan, Shinta Natalia membuat selebrasi dengan menyuapi kami agar-agar satu persatu. Aaaah mantap lah pokoknya!

Buat yang belum tau, Puncak Bukit Raya yang bernama Puncak Kakam ini sebenarnya cukup luas, berbentuk lahan datar dengan banyak semak-semak, dan di beberapa pojoknya terdapat benda-benda keramat yang digunakan untuk upacara. Lebih kurang seperti ini suasana di Puncak saat itu. Oh iya, bagi kalian yang memasak atau membawa makanan, hati-hati terhadap Tupai yang suka usil disini yak.. Ehehehe..

Foto bersama berdelapan orang, ada Pak Baco di belakang..hahaha

Leha-leha dulu boleh lah yaa.. eheheh

Suasana lahan di Puncak (Doc by Itto)

Benda-benda keramat di Puncak
Hmm, sebenarnya ada beberapa video yang menggambarkan suasana di Puncak, tapi karena keterbatasan, jadinya ga bisa saya upload sini, silahkan main ke IG saya aja yaa di @rezkirusian , cari Highlight story : Bukit Raya.. Terima kasih! Ehehehee


Kembali ke Pos 7

Setelah puas dengan segala foto-foto dan selebrasi, sekitar pukul 15.13 WIB, kami memutuskan untuk segera kembali ke Pos 7 tempat dimana kami kemping. Dan serunya, kami benar-benar berlari untuk turun ke bawah demi menghindari berjalan saat gelap. Asli, udah berasa kayak Ninja Hattori aja saat itu, semuanya kompak berlari, dan Alhamdulillah pukul 18.25 WIB, artinya hanya butuh waktu sekitar 3 jam 12 Menit untuk kami turun dari Puncak Bukit Raya menuju Pos 7. Wow!


23 Juni 2018

Waktunya turun gunung, bye-bye Bukit Raya.

Di hari keempat kami di Bukit Raya, kami tidak lagi banyak berfoto-foto dan langsung fokus bagaimana caranya malam itu sudah tiba kembali di desa Rantau Malam, dan Alhamdulillah kami berhasil menyelesaikan pendakian Bukit Raya dalam waktu 4 hari 3 malam saja.

Kira-kira seperti ini ritme saat kami turun :

Start dari Pos 7 --->  07.03 WIB
Tiba di Pos 6    ----> 08.40 WIB
Tiba di Pos 5    ----> 09.55 WIB (istirahat), jalan lagi 10.30 WIB
Tiba di Pos 4    ----> 12.59 WIB (makan siang), lanjut 13.50 WIB
Tiba di Pos 3   -----> 14.25 WIB (istirahat sejenak), lanjut lagi 14.40 WIB
Tiba di Korong Hape --> 15.55 WIB
Tiba di Rantau Malam --> 17.55 WIB

Setibanya di Rantau malam, kami langsung menuju rumah pak Sendang dan melakukan upacara adat lagi demi mensyukuri keselamatan kami yang sudah berhasil menyelesaikan pendakian di Bukit Raya. Dan berikut foto-foto setibanya kami di Korong Hape dan saat sudah mandi dan bersih-bersih di dapur Pak Sendang. :D

Akhirnya tiba kembali di Korong Hape (Doc by Itto)

Istirahat sejenak di dapur pak Sendang, tampak pak Sendang dan keluarga (Doc by Itto)

Baru kelar mandi, Alhamdulillah seger banget! (Doc by Itto)


24 Juni 2018

Perjalanan Belum Usai, saatnya kembali ke Pontianak


Suasana Sarapan di dapur Pak Sendang

Pagi itu, setelah selesai mandi dan bersih-bersih, kami langsung sarapan bersama di dapur rumah Pak Sendang. Wah, rasanya nikmat sekali sarapan pagi itu, dan jujur sampai hari ini saya kangen dengan suasana kebersamaan saat itu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 WIB dan waktunya kami pulang!

Setelah berpamitan dengan semua yang ada di rumah Pak Sendang dan juga ke beberapa tetangga yang kebetulan ketemu, berangkatlah kami menuju Serawai dengan menaiki perahu Klotok (lagi).

Pukul 14.37 atau sekitar 4 jam perjalanan, kami tiba kembali di Serawai, disini kami menyempatkan makan siang sejenak sembari beristirahat. Barulan pada pukul 16.28 WIB kembali melanjutkan perjalanan menuju Nango Pinoh dengan biaya Rp 200.000,-/orang dengan perahu boat.


Tiba Kembali di Nango Pinoh, Ketinggalan Bus!

Sekitar pukul 19.23 WIB, kami tiba kembali ke Nango Pinoh, dan kami ketinggalan bus menuju Pontianak! -,-"

Ada beberapa yang menawarkan untuk charter mobil menuju Pontianak, saya lupa berapa harganya, namun karena malam itu kami sudah lelah, akhirnya kami memilih untuk nginap semalam di hotel "Nango Permai" sembari mengecek harga tiket pesawat untuk kami kembali pulang ke Jakarta. Berhubung harga tiket ke Jakarta sudah terlampau mahal, jadilah kami membeli tiket ke Bandung, dan setelahnya dilanjut naik kereta api menuju Stasiun Senen, Jakarta.


25 Juni 2018

Kembali ke Pontianak

Setelah Check Out, kami melanjutkan perjalanan menuju terminal bus dengan jalan kaki dengan menumpang Damri dengan tiket Rp 170.000,-/orang. Dan tak lupa saya mampir ke Alfa terdekat untuk sekedar membeli jajanan selama di perjalana menuju Pontianak sekaligus gesek tunai karena sudah mulai kehabisan duit Cash. -,-".

Sekitar Pukul 18.50 WIB kami sudah memasuki Pontianak dan kenbali ke PO Bus tempat kami berangkat sebelumnya, dan langsung dijemput Eza (Kawan dari Andarius) untuk menuju penginapan Hotel Merpati, dan malamnya kami menghabiskan waktu untuk menikmati suasana kota Pontianak dengan berkunjung ke Nasi goreng Abu dan Ngopi sekaligus ngemil di Aming Coffee.

Kalau ga salah sembari nonton Bola nih..hahaha

Aming Coffee (pada tegang amat yak)



26 Juni 2018

Berkunjung ke Tugu Khatulistiwa

Kurang rasanya jika berkunjung ke Pontianak tapi tidak menyempatkan diri untuk mampir ke Tugu Khatulistiwa yang membagi Bumi menjadi 2 bagian yakni Selatan dan Utara. Setelah selesai sarapan dan Check Out dari Hotel, kami kembali dijemput oleh Eza untuk menuju Tugu Khatulistiwa. Aaaaah tidak terasa sudah memasuki hari terakhir kami berada di Kota ini.. T-T. Kami tiba di lokasi sekitar pukul 12.52 WIB dan hanya membayar Rp 8.000,-/mobil saja ketika memasuki lokasi. Kira-kira seperti inilah keseruan yang bisa terekam selama kami di Tugu Khatulistiwa.

Bagian luar Tugu Khatuslistiwa

Foto lengkap di dalam Tugu, minus Andarius (Eza yang motoin.)

Salah 1 restoran terapung yang berada di kawasan Tugu

Cukup luas juga pekarangannya

Salaman terjauh antara orang Utara dan Selatan.. ^^


Setelahnya, kami bergerak ke pasar untuk berburu aneka oleh-oleh baik itu makanan dan pernak pernik, bahkan kami menemukan juga berbagai obat kuat yang berasal dari minyak lintah.. ihiiiiy.. :D. 


Bye-Bye Pontianak!

Makan Ayam Geprek di sebuah restoran tidak jauh dari Pasar menjadi makan malam terakhir kami saat itu di Kota Pontianak, sebelum akhirnya kami menaiki Pesawat menuju Bandung tepat pukul 20.00 WIB (Lhoh kok bukan Jakarta?? iya, soalnya kehabisan tiket murah, jadilah ke Bandung dulu).


Tiba di Bandung!

Alhamdulillah, tepat pukul 21.45 WIB kami sudah tiba di Bandara Husein Sastranegara,Bandung, dan berhubung perut sudah kembali lapar, kami memutuskan untuk ngemil sejenak di Kue Balok yang letaknya tidak jauh dari Bandara sembari menunggu keberangkatan kami menuju Jakarta dengan menggunakan Kereta Api Serayu Malam dari Stasiun Kiara Condong.


27 Juni 2018

Tiba di Jakarta! Home Sweet Home!

Pukul 00.13 WIB dengan menggunakan Ojol, kami sudah tidak di Stasiun Kiara Condong, Untuk selanjutnya akan menaiki kereta Serayu Malam menuju Stasiun Pasar Senen. Alhamdulillah sekitar pukul 04.30 WIB, kami sudah tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Rafli, Itto, Shinta, Teguh dan Fadel langsung berpisah jalan, sedangkan saya dan Bang Wisnu masih tetap di Stasiun sembari menunggu Transjakarta tujuan Lebak Bulus.

Daaaan ketika Transjakarta yang saya naiki sudah melewati sebuah bangunan bernama "Pondok Indah Mall", artinya saya sudah sampai di rumah! Yeaaaaaay!


Catatan Pengeluaran Saya (Keseluruhan) :

- Tiket Pesawat CGK - PNK (Sriwijaya) : Rp 686.986,-
- Logistik Pribadi - Voucher : Rp 122.700,-
- SC Awal : Rp 1.600.000,-/orang
- Go-Car ke Bandara : Rp 150.000,-
- Toll : Rp 30.000,-
- Makan KFC sesampai di Pontianak : Rp 46.000,-
- Jajan lagi sore : Rp 33.000,-
- Masakan Padang Otw Nango Pinoh : Rp 33.000,-
- Sarapan Kopi + Kue di dermaga : Rp 9.000,-
- Nasi Kuning + Es teh : Rp 25.000,-
- Ngopi dan ngeteh di Pit Stop Terapung : Rp 11.000,-
- Indomie Goreng dan Susu Aneka Rasa (Resto Serawai) : Rp 26.000,-
- SC Darurat : Rp 300.000,-
- Air Mineral : Rp 6.000,-
- Sarapan Nasi + Ayam + Telut + Es Teh (Serawai) : Rp 30.000,-
- Makan siang di Serawai sebelum balik ke Nango Pinoh : Rp 30.000,-
- SC Tambahan untuk ke Pontianak : Rp 429.000,-
- Mie + Kopi setiba di Nango Pinoh : Rp 14.000,-
- Tiket Pesawat Pulang (Ke Bandung, Sriwijaya) : Rp 702.000,-
- Makan dini hari banget : Rp 20.000,-
- Jajan di Alfa sekalian Gesek Tunai : Rp 96.100,-
- Warteg terminal : Rp 27.000,-
- Masakan Minang Arah Pontianak : Rp 37.000,-
- Nasi Goreng Abu + Es Jeruk : Rp 19.000,-
- Kopi tarik + Roti Aming : Rp 18.000,-
- Gelang warna beli di Tugu Khatulistiwa : Rp 40.000,-
- Kelapa Muda : Rp 15.000,-
- Gelang + Cincin akar : Rp 50.000,-
- Jelly Aloe Vera : Rp 30.000,-
- 2 Bungkus Amplang : Rp 30.000,-
- Parkir : Rp 4.000,-
- Makan Sore-Malam : Rp 34.000,-
- Tiket Kereta Kiara Condong - Senen : Rp 63.000,-
- Tips Eza : Rp 50.000,-
- Kue Balok Bandung : Rp 20.000,-
- Aqua buat di jalan : Rp 4.000,-
- TJ Senen - Lebak Bulus - Radio Dalam : Rp 3.500,-
- SC Final setelah dihitung ulang : Rp 109.000,-
------------------------------------------------------------------------------- +
Total Pengeluaran : Rp 4.953.286,-


Rincian Penggunaan ShareCost (SC) Selama Perjalanan 11 hari :
- Sewa Mobil Bandara Supadio - Terminal : Rp 550.000,-
- Belanja Logistik di Ligo Mitra : Rp 467.630,-
- Tiket Bus Pontianak - Nango Pinoh 8 x 175 : Rp 1.400.000,-
- Angkot Terminal - Dermaga Nango Pinoh : Rp 80.000,-
- Ojek buat urus simaksi : Rp 140.000,-
- Simaksi TNBBBR : Rp 340.000,- (Rincian menyusul di bawah)
- Speed Boat Nango Pinoh - Serawai (2) : Rp 2.850.000,-
- Penginapan Serawai (2 kamar) : Rp 200.000,-
- Logistik dan Aqua di Serawai : Rp 318.000,-
- Kapal Klotok PP Serawai - Rantau Malam : Rp 2.500.000,-
- Uang isi Buku Tamu di Kepala Desa 8x10 : Rp 80.000,-
- Adat sebelum Berangkat : Rp 200.000,-
- Homestay Rumah Pak Sendang : Rp 200.000,-
- Makan selama di Homestay : Rp 200.000,-
- Tips Pak Sendang : Rp 100.000,-
- Porter 3 x 1.050 (selalu dihitung 6 hari) : Rp 3.150.000,-
- Tips Porter 3x 50 : Rp 150.000,-
- Ayam untuk adat : Rp 276.000,-
- Telur 15 butir : Rp 45.000,-
- Beras 2 Gantong : Rp 100.000,-
- Mie : Rp 36.000,-
- Adat setelah turun : Rp 50.000,-
- Makan Pak Sendang di Serawai : Rp 45.000,-
- Speed Boat Serawai -Nango Pinoh 200x8 : Rp 1.600.000,-
- Penginapan di Nango Pinoh : Rp 200.000,-
- Damri Nango Pinoh - Pontianak 8x170 : Rp 1.360.000,-
- Penginapan di Pontianak : Rp 0 (Dapat subsidi dari Para "Juragan".. wkwkwkkw
- Transport Pontianak -Bandara : Rp 400.000,-
--------------------------------------------------------------------------------------------- +
Total Pengeluaran untuk SC : Rp 17.037.630,-


Rincian Simaksi :
- Hari Libur (20,23,24 Juni 2018) 8 x 3 hari x Rp 7.500,- : Rp 180.000,-
- Hari Kerja (21,22, 25 Juni 2018) 8 x 3 hari x Rp 5.000,- : Rp 120.000,-
- Kegiatan berkemah/trackking 8 x Rp 5.000,- : Rp 40.000,-
--------------------------------------------------------------------------------------- +
Total : Rp 340.000,-


Note : Untuk Pendakian Bukit Raya, segalanya selalu dihitung minimum 6 hari, termasuk hari di simaksi, dan tarif porter. Meskipun pada kenyataannya team saya menyelesaikan pendakian dalam waktu 4 hari 3 malam saja. Kalau lebih bagaimana? tinggal ditambah sesuai jumlah hari.


Terima kasih saya ucapkan bagi kawan-kawan yang sudah rela membaca dan menunggu tulisan ini akhirnya selesai setelah beberapa tahun ketunda. Semoga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.


Salam,
RPR - Sang Petualang
(Silahkan difollow jika berkenan, IG : @rezkirusian )